SURAT EDARAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR : 10 TAHUN 2019 TENTANG HIMBAUAN PENCEGAHAN GRATIFIKASI KLIK DISINI

31 Mei

PROSES PERKARA PIDANA CEPAT / SINGKAT

1. Berdasarkan pasal 203 KUHAP maka yang diartikan dengan perkara acara singkat adalah perkara pidana yang menurut Penuntut Umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
2. Pengajuan perkara pidana dengan acara singkat oleh Penuntut Umum dapat dilakukan pada hari-hari persidangan tertentu yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
3. Pada hari yang telah ditetapkan tersebut penuntut umum langsung membawa dan melimpahkan perkara singkat kemuka Pengadilan.
4. Ketua Pengadilan Negeri sebelum menentukan hari persidangan dengan acara singkat, sebaiknya mengadakan koordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri setempat dan supaya berkas perkara dengan acara singkat diajukan tiga hari sebelum hari persidangan.
5. Penunjukan Majelis/ Hakim dan hari persidangan disesuaikan dengan keadaan di daerah masing-masing.
6. Pengembalian berkas perkara kepada kejaksaan atas alasan formal atau berkas perkara tidak lengkap.
7. Pengembalian berkas perkara dilakukan sebelum perkara diregister.
8. Cara pengembalian kepada kejaksaan dilakukan secara langsung pada saat sidang di pengadilan tanpa prosedur adminstrasi.
9. Dalam acara singkat, setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis serta menanyakan identitas terdakwa kemudian Penuntut Umum diperintahkan untuk menguraikan tindak pidana yang didakwakan secara lisan, dan hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Sidang sebagai pengganti surat dakwaan (pasal 203 ayat 3 KUHAP).
10. Tentang pendaftaran perkara pidana dengan acara singkat, didaftar di Panitera Muda Pidana setelah Hakim memulai pemeriksaan perkara.
11. Apabila pada hari persidangan yang ditentukan terdakwa dan atau saksi-saksi tidak hadir, maka berkas dikembalikan kepada Penuntut Umum secara langsung tanpa penetapan, sebaiknya dengan buku pengantar (ekspedisi).
12. Hakim dalam sidang dapat memerintahkan kepada penuntut umum mengadakan pemeriksaan tambahan untuk menyempurnakan pemeriksaan penyidikan jika hakim berpendapat pemeriksaan penyidikan masih kurang lengkap.
13. Perintah pemeriksaan tambahan dituangkan dalam surat penetapan.
14. Pemeriksaan tambahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari, sejak penyidik menerima surat penetapan pemeriksaan tambahan.
15. Jika hakim belum menerima hasil pemeriksaan tambahan dalam waktu tersebut, maka hakim segera mengeluarkan penetapan yang memerintahkan supaya perkara diajukan dengan acara biasa.
16. Pemeriksaan dialihkan ke pemeriksaan acara cepat dengan tata cara sesuai Pasal 203 ayat (3) huruf b KUHAP.
17. Untuk kepentingan persidangan Hakim menunda persidangan paling lama 7 hari.
18. Putusan perkara pidana singkat tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam Berita Acara Sidang.
19. BAP dibuat dengan rapi, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip ex jika terdapat kesalahan tulisan diperbaiki dengan renvoi.
20. Ketua Majelis Hakim/ Hakim yang ditunjuk bertanggung- jawab atas ketepatan batas waktu minutasi.
21. Paling lambat sebulan setelah pembacaan putusan, berkas perkara sudah diminutasi.
22. Hakim memberikan surat yang memuat amar putusan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya, dan penuntut umum.

31 Mei

SIDANG  PERKARA  TINDAK PIDANA RINGAN / TIPIRING

1. Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum;
2. Terdakwa dipanggil masuk, lalu diperiksa identitasnya;
3. Beritahukan / Jelaskan perbuatan pidana yang didakwakan kepada terdakwa  dan pasal undang- undang yang dilanggarnya; (dapat dilihat dari bunyi surat pengantar pelimpahan perkara Penyidik)
4. Perlu ditanya apakah terdakwa adaKeberatanterhadap dakwaan     ( maksudnya menyangkal atau tidak terhadap dakwaan tsb), jika ada , putuskan keberatan tersebut apakah diterima atau ditolak , dengan pertimbangan misalnya:”… oleh karena keberatan terdakwa tersebut sudah menyangkut pembuktian, maka keberatannya ditolak dan sidang dilanjutkan dengan pembuktian…
5. Terdakwa disuruh pindah duduk, dan dilanjutkan dengan memeriksa saksi-saksi; Jika Hakim memandang perlu ( misal, karena terdakwa mungkir), maka sebaiknya saksi disumpah; Penyumpahan dapat dilakukan sebelum atau pun sesudah saksi memberikan keterangan.
6. Hakim memperlihatkan barang bukti ( jika ada ) kepada saksi dan terdakwa dan kemudian dilanjutkan dengan Pemeriksaan terdakwa ;
7. Sesudah selesai, hakim memberitahukan ancaman pidana atas tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa; ( hal ini dilakukan karena tidak ada acaraRequisitoirPenuntut Umum)
8. Hakim harus memberi kesempatan bagi terdakwa untuk mengajukan pembelaan (atau permintaan) sebelum menjatuhkan putusan;
9. Hakim menjatuhkanputusannya.
  Jika terbukti bersalah,  rumusannya tetap berbunyi:“ …terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana…”. Jika dihukum denda, maka biasanya juga dicantumkan  subsidernya  atau hukuman pengganti apabila denda tidak dibayar (bentuknya pidana kurungan)
Catatan
perkara Penyerobotan tanah sebagaimana diatur dalam UU No. 1/Prp. Thn 1960 termasuk perkara TIPIRING. Hendaknya berhati-hati dalam memeriksa dan memutuskan perkara ini karena banyak menyangkut aspek perdata. Hakim pidana tidak dibenarkan memutuskan status kepemilikan tanah maupun  memerintahkan penyerahannya kepada seseorang di dalam amar putusan pidana .
A. PERKARA yang termasuk Tipiring (Pasal 205 Ayat (1)KUHAP):
  - Perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500 (tujuh ribu lima ratus rupiah);dan
  - Penghinaan ringan, kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 Bagian ini (Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran lalu lintas) (Pasal 205 Ayat (1)KUHAP)
  - Terhadap perkara yang diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau dendalebih dariRp 7500, juga termasuk wewenang pemeriksaan Tipiring (SEMA No. 18 Tahun 1983)
  Catatan: untuk menentukan suatu perkara termasuk Tipiring atau bukan, dilihat Ancaman Hukuman yang diatur dalam bunyi Pasal.
     
B. DASAR HUKUM PEMERIKSAAN TIPIRING
  - Dasar Hukum diatur dalam Bab Keenam Paragraf 1 Pasal 205-210 KUHAP;
  - Bagian Kesatu (Panggilan dan dakwaan), Bagian Kedua (Memutus sengketa wewenang mengadili), dan Bagian Ketiga (Acara Pemeriksaan Biasa)Bab XVI sepanjang tidak bertentangan dengan paragraf 1 diatas;
  - Pasal-pasal dalam KUHP yang memuat ancaman pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500 (tujuh ribu lima ratus rupiah), Pasal 205 Ayat (1) KUHP;
  - Peraturan daerah atau peraturan perundang-undangan lainnya yang termasuk wewenang tipiring berdasarkan KUHAP jo SEMA No 18 Tahun 1983;
     
C. Prosedur Pemeriksaan perkara Tipiring:
  - Penyidik atas kuasa Penuntut Umum, dalam waktu 3 (tiga) hari sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan Terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke Sidang pengadilan (Pasal 295 Ayat (2) KUHAP);
  - Jaksa Penuntut Umum dapat hadir di persidangan dengan sebelumnya menyatakan keingiannya untuk hadir pada sidang (Pedoman Pelaksanaan Tugas Administrasi Pengadilan Buku II, Cetakan Ke-5, MA RI,2004);
  - Pengadilan mengadili denganHakim Tunggal, padatingkat pertama dan terakhir,kecualidalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat banding (Pasal 296 Ayat (3) KUHAP);
  - Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan Tipiring (Pasal 206 KUHAP);-cat: Jadi ditetapkan oleh KPN, salah satu hari yang khusus ditunjuk sebagai hari dilaksanakannya pemeriksaan Tipiring.
  - Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada Terdakwa tentang hari, tanggal, jam, dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke Pengadilan (Pasal 207 Ayat (1) poin a KUHAP);
  - Perkara Tipiring yang diterima harus disidangkan pada hari sidang itu juga (Pasal 207 Ayat (1) poin b KUHAP);
  - Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya, dengan memuat nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, termpat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya (Pasal 207 ayat (2) poin a dan b KUHAP);
  - Perkara Tipiring dicatat dalam Register Induk khusus untuk itu- Pasal 61 UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Register Perkara Cepat terdiri dari Tipiring dan Lantas.
  - Saksi tidak disumpah/janji, kecuali hakim menganggap perlu (Pasal 208 KUHAP);
     
D. Putusan Perkara Tipiring
  . Tidak dibuatkan Surat Putusan secara tersendiri, melainkan dicatat dalam daftar catatan perkara kemudian panitera mencatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim dan panitera ybs. (Pasal 209 Ayat (1) KUHAP);
  . Putusan dijatuhkan pada hari yang sama dengan hari diperiksanya perkara itu juga, toleransi penundaan dapat dilakukan apabila ada permohonan dari Terdakwa
  . Putusan pemidanaan dapat dijatuhkan cukup dengan keyakinan hakim yang didukung satu alat bukti yang sah (Penjelasan Pasal 184 KUHAP)
  . SEMA No. 9 Tahun 1983: sifat “cepat” itu menghendaki agar perkara tidak sampai tertunggak, di samping itu situasi serta kondisi masyarakat belum memungkinkan apabila untuk semua perkara Tipiring terdakwa diwajibkan hadir pada waktu putusan diucapkan, maka perkara-perkara cepat (baik Tipiring maupun Lantas)dapat diputus diluar hadirnya Terdakwa(verstek) dan “pasal 214 KUHAP”berlaku untuk semua perkara yang diperiksa dengan Acara Cepat
  . Terhadap Putusan Verstek sebagaimana tersebut dalam poin diatas, yang berupa pidana perampasan kemerdekaan, terpidana dapat mengajukan perlawanan (verzet) ke Pengadilan Negeri yang memutuskan perkara tersebut dengan tata cara sebagai berikut
      Panitera memberitahukan penyidik adanya perlawanan/verzet;
      Hakim menetapkan hari sidang perlawanan
      Perlawanan diajukan dalam waktu 7 (tujuh) harisetelah putusan diberitahukan secara sahkepada Terdakwa.
      Terhadap putusan pengadilan dalam perkara tipiring yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi

02 Agu

TATA URUTAN PERSIDANGAN
PERKARA PIDANA

1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu dinyatakan tertutup untuk umum);

2. Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan dalam keadaan bebas;

3. Terdakwa diperiksa identitasnyadan ditanya oleh Majelis Hakim apakah sudah menerima salinan surat dakwaan;

4. Terdakwa ditanya pula oleh Majelis Hakim apakah dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa di depan persidangan (apabila menyatakan bersedia dan siap, maka sidang dilanjutkan);

5. Terdakwa kemudian ditanyakan apakah akan didampingi oleh Penasihat Hukum (apabila didampingi apakah akan membawa sendiri, apabila tidak membawa/menunjuk sendiri , maka akan ditunjuk Penasehat Hukum oleh Majleis Hakim dalam hal terdakwa diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih (pasal 56 KUHAP ayat (1));

6.  Kemudian Majelis Hakim memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk membacakan surat dakwaan;

7.  Setelah pembacaan surat dakwaan, terdakwa ditanya apakah telah mengerti dan akan mengajukan eksepsi.

8.  Dalam terdakwa atau melalui Penasehat Hukumnya mengajukan eksepsi, maka diberi kesempatan untuk penyusunan eksepsi/keberatan dan kemudian Majelis Hakim menunda persidangan.

9.   Setelah pembacaan eksepsi terdakwa, dilanjutkan dengan tanggapan Penuntut Umum atas eksepsi;

10.  Selanjutnya Majelis Hakim membacakan putusan sela;

11. Apabila eksepsi ditolak, maka persidangan dilanjutkan dengan acara pemeriksaan pokok perkara (pembuktian)

12. Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum (dimulai dari saksi korban);

13. Dilanjutkan saksi lainnya;

14Apabila ada saksi yang meringankan diperiksa pula, saksi ahli Witness/expert

15. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap terdakwa;

16.Setelah acara pembuktian dinyatakan selesai, kemudian dilanjutkan dengan acara pembacaan Tuntutan (requisitoir) oleh Penuntut Umum;

17. Kemudian dilanjutkan dengan Pembelaan (pledoi) oleh terdakwa atau melalui Penasehat Hukumnya;

18. Replik dari Penuntut Umum;

19. Duplik

20. Putusan oleh Majelis Hakim.

02 Agu

 





02 Agu

PROSES PERKARA PIDANA BIASA DAN KETENTUANNYA
MEJA SATU
1. Menerima perkara pidana, lengkap dengan surat dakwaannya dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut.
2. Pendaftaran perkara pidana biasa dalam buku register induk, dilaksanakan dengan mencatat nomor perkara sesuai dengan urutan dalam buku register tersebut.
3. Pendaftaran perkara pidana singkat, dilaksanakan setelah Hakim menetapkan dalam persidangan, bahwa perkara tersebut akan diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat.
4. Pendaftaran perkara tindak pidana ringan dan lalu lintas dilaksanakan setelah perkara itu diputus oleh Pengadilan.
5. Pengisian kolom-kolom buku register, harus dilaksanakan dengan tertib dan cermat, berdasarkan jalannya penyelesaian perkara.
6. Berkas perkara yang diterima, harus dilengkapi dengan formulir Penetapan Majelis Hakim disampaikan kepada Wakil Panitera, selanjutnya segera diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri melalui Panitera.
7. Perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya, segera diserahkan kepada Majelis Hakim yang ditunjuk setelah dilengkapi dengan formulir Penetapan Hari Sidang, dan pembagian perkara dicatat dengan tertib.
8. Penetapan hari sidang pertama dan penundaan sidang beserta alasan penundaannya yang dilaporkan oleh Panitera Pengganti setelah persidangan, harus dicatat didalam buku register dengan tertib.
9. Pemegang buku register, harus mencatat dengan cermat dalam register yang terkait, semua kegiatan perkara yang berkenaan dengan perkara banding, kasasi, peninjauan kembali, grasi dan pelaksanaan putusan ke dalam buku register induk yang bersangkutan.
MEJA KEDUA
1. Menerima pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali, dan grasi/remisi.
2. Menerima/memberikan tanda terima atas:
  a. Memori banding
  b. Kontra memori banding
  c. Memori kasasi
  d. Kontra memori kasasi
  e. Alasan peninjauan kembali
  f. Jawaban/tanggapan peninjauan kembali
  g. Permohonan grasi/remisi
  h. Penangguhan pelaksanaan putusan
3. Menerima pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali, dan grasi/remisi.
4. Menerima/memberikan tanda terima atas.
5. Membuat akta permohonan berpikir bagi terdakwa.
6. Membuat akta tidak mengajukan permohonan banding.
7. Menyiapkan dan menyerahkan salinan-salinan putusan Pengadilan, apabila ada permintaan dari pihak yang bersangkutan.
8. Pelaksanaan tugas-tugas pada Meja Pertama dan Meja Kedua, dilakukan oleh Panitera Muda Pidana dan berada langsung dibawah pengamatan Wakil Panitera.
PROSES PERKARA BANDING
1. Permohonan banding diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan, atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam pengucapan putusan.
2. Permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut harus ditolak dengan. membuat surat keterangan.
3. Permohonan banding yang telah memenuhi prosedur dan waktu yang ditetapkan, harus dibuatkan akta pemyataan banding yang ditandatangani oleh Panitera dan pemohon banding, serta tembusannya diberikan kepada pemohon banding.
4. Dalam hal pemohon tidak dapat menghadap, hal ini harus dicatat oleh Panitera dengan disertai alasannya dan catatan tersebut harus dilampirkan dalam berkas perkara serta juga ditulis dalam daftar perkara pidana.
5. Permohonan banding yang diajukan harus dicatat dalam buku register induk perkara pidana dan register banding.
6. Panitera wajib memberitahukan permohonan banding dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
7. Tanggal penerimaan memori dankontra memori banding, harus dicatat dan salinannya disampaikan kepada pihak yang lain, dengan membuat relas pemberitahuan/penyerahannya.
8. Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi, selama 7 hari pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara.
9. Dalam waktu 14 (empat betas) hari sejak permohonan banding diajukan, berkas perkara banding berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi.
10. Selama perkara banding belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, permohonan banding dapat dicabut sewaktu-waktu, dan dalam hal sudah dicabut tidak boleh diajukan permohonan banding lagi.
PROSES PIDANA KASASI
1. Permohonan kasasi diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi diberitahukan.
2. Permohonan kasasi yang telah memenuhi prosedur, dan tenggang waktu yang te1ah ditetapkan harus dibuatkan akta pernyataan kasasi yang ditandatangani oleh Panitera.
3. Permohonan kasasi wajib diberitahukan kepada pihakl awan dan dibuatkan akta/relaas pemberitahuan permohonan kasasi.
4. Terhadap permohonan kasasi yang melewati tenggang waktu tersebut, tetap diterima dengan membuat surat keterangan oleh Panitera yang diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan berkas perkara tersebut dikirim ke Mahkamah Agung.
5. Memori kasasi selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat betas) hari sesudah pernyataan kasasi, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri.
6. Dalam hal terdakwa selaku pemohon kasasi kurang memahami hukum, Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan kasasi dengan membuat memori kasasi baginya.
7. Dalam hal pemohon kasasi tidak menyerahkan memori kasasi, panitera harus membuat pernyataan bahwa pemohon tidak mengajukan memori kasasi.
8. Sebelum berkas perkara dikirim kepada Mahkamah Agung, pihak yang bersangkutan hendaknya diberi kesempatan mempelajari berkas perkara tersebut.
9. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tenggang waktu mengajukan memori kasasi berakhir, berkas perkara berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung.
10. Foto copy relas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung, supaya dikirim ke Mahkamah Agung.
PROSES PERKARA PIDANA PK
1. Permohonan Peninjauan Kembali dari terpidana atau ahli warisnya beserta alasan-alasannya, diterima oleh Panitera dan ditulis dalam suatu surat keterangan yang ditanda tangani oleh Panitera dan pemohon.
2. Dalam hal terpidana selaku pemohon peninjauan kembali kurang memahami hukum, Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan secara jelas. dengan membuatkan surat permohonan peninjauan kembali.
3. Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permintaan peninjauan kembali, wajib memberitahukan permintaan peninjauan kembali kepada Jaksa Penuntut Umum.
4. Dalam waktu 14 (empat belas) hari, setelah permohonan peninjauan kembali diterima Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan peninjauan kembali, untuk memeriksa alasan permintaan peninjauan kembali tersebut, yang mana pemohon dan Jaksa ikut hadir dalam menyampaikan pendapatnya.
5. Panitera wajib membuat berita acara pemeriksaan peninjauan kembali dan ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, pemohon dan Panitera.
6. Panitera wajib membuat berita acara pendapat Ketua/Hakim Pengadilan Negeri tentang peninjauan kembali.
7. Dalam waktu 30 hari Panitera mengirimkan berkas perkara permohonan peninjauan kembali, berita acara pemeriksaan, dan berita acara pendapat Ketua/Hakim, dan menyampaikan tembusan surat pengantarnya kepada pemohon dan Jaksa.
8. Dalam hal yang dimintakan peninjauan kembali putusan Pengadilan tingkat banding, maka tembusan surat pengantar, berita acara pemeriksaan, dan berita acara pendapat Ketua/Hakim disampaikan kepada Pengadilan Tingkat Banding yang bersangkutan.
9. Foto copy relas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung supaya dikirim ke Mahkamah Agung.
PROSEDUR PERMOHONAN GRASI/REMISI
1. Permohonan grasi/remisi harus diajukan kepada Panitera Pengadilan yang memutus pada tingkat pertama.
2. Surat permohonan grasi tersebut, beserta berkas perkara semula termasuk putusan-putusan atas perkara tersebut, disampaikan kepada Hakim yang memutus pada tingkat pertama atau kepada Ketua Pengadilan untuk mendapatkan pertimbangan tentang permohonan grasi tersebut.
3. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan grasi/remisi diterima, maka permohonan grasi serta berkas perkara yang bersangkutan, dengan disertai pertimbangan Hakim/Ketua Pengadilan, kepada Kepala Kejaksaan Negeri.
4. Dalam perkara singkat permohonan dan berkas perkara dikirim kepada Mahkamah Agung.
5. Permohonan grasi/remisi dicatat dalam register induk perkara pidana dan register grasi/remisi.